Sunday, November 11, 2018
Sunday, November 4, 2018
Monday, October 29, 2018
Friday, October 26, 2018
Thursday, October 18, 2018
Monday, October 15, 2018
Wednesday, October 10, 2018
Sunday, October 7, 2018
Friday, October 5, 2018
Thursday, October 4, 2018
Monday, October 1, 2018
Friday, September 28, 2018
Wednesday, September 26, 2018
Tuesday, September 25, 2018
Sunday, September 23, 2018
Tuesday, September 18, 2018
Sucik Puji Utami, Dr. Amri Darwis, Diskusi Plus2, Faktor Penentu Keberhasilan dalam Membangun Kultur dan Etika, UT-Ambon, 2018
DISKUSI PLUS2
Sucik Puji Utami (Mahasiswa UT Ambon)
Dr. Amri Darwis (Dosen Pengampu)
Dalam materi berjudul " Membangun Kultur dan
Etika " dijelaskan ada faktor2 penentu keberhasilan pembangunan suatu
etika perilaku dan kultur organisasi yang anti kecurangan, mari kita diskusikan
faktor2 tersebut, ditunggu. Salam.
JAWAB:
Setiap organisasi bertanggungjawab
untuk berusaha mengembangkan
suatu perilaku organisasi yang mencerminkan kejujuran dan etika yang dikomunikasikan secara tertulis dan
dapat dijadikan pegangan oleh seluruh pegawai. Kultur tersebut harus memiliki akar dan memiliki
nilai-nilai luhur yang menjadi dasar bagi etika pengelolaan suatu organisasi atau
suatu entitas.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dengan SK Nomor
25/KEP/M.PAN/4/2002 tanggal 25 April 2002 telah
menentapkan 17 pasang nilai-nilai dasar budaya kerja bagi aparatur
negara yaitu : komitmen dan konsisten,
ewenang dan tanggungjawab, keihlasan dan kejujuran, integritas dan
profesionalisme, kreativitas dan kepekaan, kepemimpinan dan keteladanan,
kebersamaan dan dinamika kelompok kerja, ketepatan dan kecepatan, rasionalitas
dan kecerdasan emosi, keteguhan dan ketegasan, disiplin dan keteraturan kerja,
keberanian dan kearifan, dedikasi dan loyalitas, semangat dan motivasi,
ketekunan dan kesabaran, keadilan dan keterbukaan, dan pengusaan ilmu
pengetahuan & teknologi.
Implementasi Nilai-nilai yang terdapat dalam Budaya Kerja tersebut
dalam suatu organisasi sangat erat
hubungannya dengan kemauan manajemen untuk membangun suatu etika perilaku dan
kultur organisasi yang anti kecurangan, sehingga dapat mengurangi atau
menghindari terjadinya 3 ( tiga ) kecurangan pokok seperti (1) kecurangan dalam
laporan keuangan (2) kecurangan penggelapan asset dan (3) kecurangan tindak
pidana korupsi.
Faktor-faktor penentu
keberhasilan
Keberhasilan
pembangunan suatu etika perilaku dan
kultur organisasi yang anti
kecurangan yang akan mendukung secara efektif penerapan nilai-nilai
budaya kerja, sangat erat hubungan
dengan hal-hal atau faktor-faktor penentu keberhasilannya yang saling terkait
satu dengan yang lainnya sebagai berikut :
1.
Komitmen
dari Top Manajemen Dalam Organisasi
Komitmen adalah sebagai perjanjian atau keterikatan untuk melakukan sesuatu
yang terbaik dalam organisasi atau kelompok tertentu (Aranya & Ferris
1984:1). Komitmen dari top manajemen dalam organisasi merupakan faktor penting
penentu keberhasilan dalam suatu organisasi. Karena dalam organisasi pimpinan
tidak bekerja sendiri melainkan bekerja sebagai tim sehingga diperlukan
komitmen dari top manajemen. Hal ini dapat dilakukan dengan :
a.
Manajemen
harus memberikan contoh/teladan dan kemauan yang kuat untuk membangun suatu
kultur yang kuat dalam organisasi yang dipimpinnya.
Contoh : dalam instansi kerja saya di Ditjen Perhubungan Udara, pimpinan
selalu memberikan contoh tentang kedisiplinan yang diharapkan dari kedisiplinan
beliau akan memberikan motivasi bagi pegawai untuk dapat mencotohnya. Sehingga
teladan dari pimpinan diberikan dalam perilaku bukan hanya sekadar perintah.
b.
Komitmen
moral dan keterbukaan dalam komunikasi.
Kedua hal tersebut dapat mewujudkan harapan munculnya etika perilaku yang
kuat, karena banyak pegawai yang tidak menyukai perbuatan pimpinan yang
kurang bermoral dan kurang terbuka dalam berkomunikasi. Manajemen harus memperlihatkan
kepada karyawan tentang adanya kesesuain antara kata dengan perbuatan dan tidak
memberikan tolerensi terhadap perbuatan-perbuatan yang melanggar kaedah-kaedah
etika organisasi yaitu dengan diberikan
sanksi hukuman yang jelas dan demikian pula sebaliknya terhadap pegawai yang
berprestasi dan bermoral baik diberikan penghargaan yang proporsional.
Sebagai contoh di instansi saya bekerja, setiap pegawai yang memiliki kinerja dan prestasi kerja baik
akan diberikan penilaian baik yang nantinya besaran tunjangan kinerja yang
diterimanya penuh, sedangkan bagi pegawai yang melanggar aturan dikenakan
hukuman disiplin pegawai sesuai aturan yang berlaku baik hukuman ringan, sedang
maupun berat yang hal ini akan memiliki imbas pada pemotongan prosentase
tunjangan kinerja yang diterima. Adanya pelaksanaan reward dan punishment yang konsisten akan memberikan nilai tambah
bagi terciptanya suatu etika perilaku dan struktur organisasi yang kuat.
Pegawai akan merasakan diperlakukan secara adil dan merasa bersyukur atas
posisi yang diraihnya bilamana etika organsasi dapat ditegakan secara
konsisten oleh manajemen.
c.
Pimpinan
hendaknya menjadi sponsor utama dalam upaya
terciptanya semangat anti kecurangan yaitu dengan membangun suatu kultur
organisasi yang mengandung sistem nilai yang kuat dan berdasarkan profesionalisme, integritas,
kejujuran dan loyalitas yang tinggi untuk mewujudkan visi dan misi organisasi.
2.
Membangun
Lingkungan Organisasi Yang Kondusif
Kepedulian positif dari lingkungan kerja sangat diperlukan dalam
membangun suatu etika perilaku dan kultur oganisasi yang kuat. Rendahnya
kepedulian dan rendahnya moral akan
menyuburkan tindakan kecurangan yang pada akhirnya akan merusak bahkan dapat
menghancurkan organisasi.
Berikut ini hal-hal yang dapat membantu terwujudnya lingkungan
kerja yang positif dalam mengurangi
resiko kecurangan yaitu :
a.
Memperkenalkan reward system yang berkaitan dengan pencapaian tujuan dan
hasil
b.
Memiliki
kesempatan yang sama bagi seluruh karyawan
c.
Adanya tim
orientik , kerjasama dalam mengambil
suatu keputusan
d.
Program
kompensasi administarasi yang profesional
e.
Program
pelatihan yang profesional dan proritas dalam pembinaan
karir.
3.
Perekrutan dan promosi pegawai
Perekrutan dan promosi pegawai dimaksdukan
untuk meminimalkan atau mengurangi terjadinya kecurangan yang mungkin akan
terjadi disuatu hari. Setiap pegawai memiliki masing-masing seperangkat
nilai-nilai kejujuran, integritas dan
kode etik personal. Oleh karena itu perlu adanya kebijakan dari organisasi
untuk memilih pegawai yang jujur dan dapat dipercaya.
4.
Pelatihan yang berkesinambungan
Pegawai baru sebaiknya diberi pelatihan
tentang nilai-nilai organisasi atau
entitas dan standar-standar pelaksanaan pada saat perekrutan. Pelatihan
ini sebaiknya secara ekplisit dapat
mengadopsi harapan-harapan dari seluruh pegawai. Contoh di Kementerian
Perhubungan: ketika calon pegawai negeri sipil telah lulus tes maka tahap
selanjutnya akan dilaksanakan pelatihan atau diklat Prajabatan yang mana dalam
diklat tersebut diberikan materi tentang nilai-nilai organisasi atau entitas.
5.
Mencipatakan saluran komunikasi yang
efektif
Manajemen membutuhkan informasi mengenai
pelaksanaan dan pertanggung jawaban pekerjaan apakah sudah susuai dengan kode
etik atau tidak dari
masing-masing pegawai. Masing-masing
pegawai harus dapat menginformasikan tentang
pelaksanaan kode etik tersebut mulai dari
pemegang posisi tertinggi sampai yang terendah.
Permintaan komfirmasi tersebut minimal
dilakukan setahun sekali, hal ini bukan hanya formalitas
saja tetapi laporan tersebut betul-betul dapat digunakan sebagai
pencegahan dan pendekteksian bila
terjadinya perbuatan curang dalam
organisasi. Laporan yang jujur dari karyawan sangat
dibutuhkan dan bukan atas dasar sakit hati atau irihati pada seseorang.
6.
Penegakan disiplin
Kedisiplinan merupakan suatu kunci
penting keberasilan dalam menerapkan dan
memelihara kode etik dalam suatu
organisasi.Tindakan disiplin akan dapat mengurangi perbuatan curang yang
dilakukan pegawai.
DAFTAR PUSTAKA
Amrizal
SE.Ak, MM, CFE. Membangun Kultur dan Etika Internal
OrganisasiThursday, September 13, 2018
Wednesday, September 12, 2018
Sucik Puji Utami, Dr. Ceacilia Sri Mindarti, M.Si, Tugas1 Metode Penelitian Bisnis, UT-Ambon, 2018
NAMA : SUCIK PUJI UTAMI
NIM/ UT : 530015311 / AMBON
MATA KULIAH : METODE PENELITIAN
BISNIS (EKMO 5104.01)
DOSEN : Dr. CEACILIA SRI MINDARTI, M.
Si
TUGAS 1, MINGGU 3
Cermati kasus di bawah ini :
Bambang adalah seorang manajer pemasaran PT Pertamina
di Kota Surabaya. Dalam masa kepemimpinannya ternyata hasil penjualan pelumas
di Surabaya ternyata paling rendah di antara kota yang lain. Berdasarkan data
tersebut maka:
1. Rumuskan permasalahan yang dihadapi manajer
tersebut
2. Hipotesis apa yang bisa anda kemukakan dari kasus
tersebut.
3. Jenis penelitian apakah yang sesuai untuk
menganalisis masalah diatas? Jelaskan alasan anda
Marilah kita share
pendapat. menurut anda :
1. Mengapa kita perlu mempelajari metode penelitian?
2. Hal apa yang paling sulit dpelajari dalam metode penelitian tersebut?
1. Mengapa kita perlu mempelajari metode penelitian?
2. Hal apa yang paling sulit dpelajari dalam metode penelitian tersebut?
** Untuk menambah referensi silalakan di download
buku Metodologi Penelitian dan artikel Jurnal International lainnya
saya pada link web di bawah ini:
Selamat menjawab Forum/Tugas...!
JAWAB:
Untuk
memudahkan kita mempelajari suatu penelitian, kita perlu memperhatikan kaitan
antara tiga komponen utama penelitian, yaitu rumusan masalah, hipotesis, dan
analisis data. Masalah merupakan kegiatan awal dan harus ada untuk tiap karya
ilmiah, termasuk penelitian ilmiah. Jawaban teoritis atas masalah merupakan
hipotesis yang kebenarannya bersifat logis. Agar hipotesis memiliki kebenaran
empiris sehingga menjadi kebenaran ilmiah, maka hipotesis itu harus dianalisis
secara empiris. Kesesuaian variabel-variabel maupun tipe kaitan antara
variabel- variabel pada rumusan masalah, hipotesis dan analisis itu akan
menjadi dasar yang awal dan utama dalam menilai suatu penelitian, baik dalam
bentuk proposal maupun laporan penelitian.
1.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan komponen pertama karena tanpa
ada masalah maka penelitian ilmiah tidak
ada. Namun demikian, tidak semua masalah layak untuk diteliti secara ilmiah Seperti diketahui, bahwa suatu proses penelitian dimulai dengan
penentuan topik dan mengidentifikasikan masalah yang akan dijawab atau dipecahkan berdasarkan hasil
penelitian yang akan dilaksanakan. Secara umum masalah diartikan sebagai
sesuatu telah terjadi tidak sebagaimana mestinya. Akan tetapi istilah masalah
dalam konteks penelitian tidak harus berkonotasi pada suatu hal yang perlu
dievaluasi atai dikaji karena menimbulkan masalah.
Seorang
peneliti mungkin belum mempunyai pernyataan yang jelas dari suatu masalah pada
awal dari proses penelitian. Sering kali pada awalnya hanya gejala yang baru
terdeteksi oleh seorang peneliti. Sebuah definisi dari masalah yang tepat dan
jelas akan memudahkan peneliti menyusun tujuan penelitian dengan tepat. Jika
tujuan penelitian sudah jelas akan memudahkan dan efisien dalam pengumpulan
informasi yang penting dan relevan dengan masalah, sehingga dapat menghindarkan
pengumpulan data yang tidak perlu.
Sering
dijumpai usulan penelitian yang memuat “latar belakang permasalahan” secara
panjang lebar tetapi tidak diakhiri (atau disusul) oleh rumusan (pernyataan) permasalahan.
Pernyataan permasalahan sebenarnya merupakan kesimpulan dari uraian “latar
belakang” tersebut. Castetter dan Heisler (1984, 11) menerangkan bahwa pernyataan
permasalahan merupakan ungkapan yang jelas tentang hal-hal yang akan dilakukan
peneliti. Cara terbaik unutk mengungkapkan pernyataan tersebut adalah dengan pernyataan
yang sederhana dan langsung, tidak berbelit-belit. Pernyataan permasalahan dari
suatu penelitian merupakan “jantung” penelitian dan berfungsi sebagai pengarah
bagi semua upaya dalam kegiatan penelitian tersebut. Pernyataan permasalahan yang
jelas (tajam) akan sanggup memberi arah (gambaran) tentang macam data yang
diperlukan, cara pengolahannya yang cocok, dan memberi batas lingkup tertentu
pada temuan yang dihasilkan.
Dari contoh kasus PT Pertamina
diatas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
a. Apakah terdapat pengaruh antara variabel-variabel
jenis produk, harga, distribusi dan
promosi terhadap tingkat penjualan produk pelumas di daerah Surabaya?
b. Seberapa besar pengaruh tiap variabel-variabel
jenis produk, harga, distribusi dan
promosi terhadap tingkat penjualan produk pelumas di daerah Surabaya?
2.
Perumusan Hipotesis
Hipotesis merupakan kesimpulan yang dihasilkan melalui
kerangka pemikiran dan berfungsi sebagai
jawaban teoritis (logis) atas rumusan masalah. Sebagai jawaban atas rumusan
masalah, hipotesis dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan. Sebagai jawaban
atas rumusan masalah, hipotesis harus mencakup secara eksplisit semua variabel
dan tipe kaitan antara variabel-variabel yang ada dalam rumusan masalah.
Hipotesis disebut juga sebagai jawaban sementara atas rumusan masalah karena
kebenarannya baru bersifat logis. Jadi, kebenaran empirisnya masih harus
diverifikasi sehingga menjadi kebenaran ilmiah.
Ciri hipotesis yang baik ialah terdapat secara eksplisit
paling sedikit dua variabel, kaitan antara variabel-variabel itu maupun sifat
atau bentuk kaitan itu mengacu pada teknik analisis (statistik) yang akan
digunakan untuk mengujinya.
Dari contoh kasus PT Pertamina
diatas dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:
a. Ada hubungan yang positif antara
variabel jenis produk, harga, distribusi dan promosi terhadap tingkat penjualan
produk pelumas di daerah Surabaya
b.
Diduga
variabel harga memiliki pengaruh yang besar terhadap tingkat penjualan produk
pelumas di daerah Surabaya jika dibandingkan variabel jenis produk, distribusi
dan promosi.
3.
Penganalisisan Data
Setelah data dikumpulkan, data itu
lazim diedit dan diolah sebelum dianalisis untuk memverifikasi hipotesis
penelitian. Pengeditan dapat mencakup kesalahan yang mungkin terjadi dalam
pencatatan oleh kolektor data, kekeliruan dalam pengumpulan data maupun
kesalahan perekaman data ke komputer. Pengolahan dapat mencakup komputasi
sederhana, seperti penghitungan rasio keuangan untuk merepresentasikan variabel
penelitian.
Metode atau teknik analisis yang paling sering digunakan
dalam penelitian kuantitatif adalah statistik. Tiap analisis statistik memiliki
tujuan dan persyaratan maupun asumsi tertentu. Hal pertama yang harus
diperhatikan dalam memilih analisis statistik untuk memverifikasi hipotesis
penelitian adalah kesesuaian tipe kaitan antara variabel-variabel dan skala
tiap variabel yang ada dalam hipotesis itu. Jika, misalnya, tipe kaitannya
adalah hubungan, maka kita mengidentifikasi berbagai analisis korelasi yang
mungkin untuk digunakan. Kemudian, dari berbagai alternatif analisis korelasi
itu, kita memperhatikan persyaratan skala untuk tiap variabel yang dapat
dianalisis.
Terkait dengan itu, kita membandingkan persyaratan skala itu
dengan skala variabel yang diteliti, sebagaimana yang terdapat pada
operasionalisasi variabel itu.Kita perlu juga memperhatikan bahwa tiap analisis
statistik didasarkan pada asumsi tertentu. Jika asumsi itu tidak terpenuhi dan
sangat menyimpang, maka analisis statistik itu seharusnya tidak boleh
digunakan. Jadi, sebelum kita menggunakan analisis statistik untuk
memverifikasi hipotesis penelitian, kita seharusnya lebih dulu menguji
asumsinya untuk mengetahui apakah asumsi itu terpenuhi atau menyimpang jauh.
Dari contoh kasus PT Pertamina
diatas jenis penelitian yang
sesuai untuk menganalisis masalah diatas adalah: penelitian kuantitatif.
Karena
penelitian ini dalam rangka mencari hubungan sebab akibat antara variabel-variabel
jenis produk, harga, distribusi dan promosi terhadap tingkat penjualan produk
pelumas di daerah Surabaya. Penelitian kuantitatif ini didasarkan pada
positivisme, dimaksudkan untuk meneliti kaitan sebab akibat antara
variabel-variabel. Jadi obyek material penelitian adalah variabel, sesuatu yang
adapat diukur dan direduksi.
Metode kuantitatif menyajikan
informasi ke dalam data yang diujudkan dalam angka, dan kemudian dianalisis
dengan berbagai alat bantu statistik yang saat ini sudah banyak dikembangkan.
Alat bantu statistik yang banyak digunakan adalah penghitungan dan penaksiran
mean populasi, analisis varians dan kovarians, regresi, Data Envelopment Analysis (DEA), Input-output Analysis (I-O), Analisis Jalur (Path Analysis), Structural Equation
Model (SEM), dan sebagainya.
Metode kuantitatif bisa
menggunakan data sekunder maupun data primer. Data sekunder bisa diperoleh dari
berbagai sumber yang memublikasikan data tersebut, seperti Biro Pusat Statistik
di Indonesia, dan lembaga-lembaga internasional seperti Bloomberg, Data Stream,
dan sebagainya. Pencarian data primer bisa dilakukan dengan berbagai metode,
yakni eksperimen, observasi, maupun survei. Sebuah survei bisa dilakukan dengan
melakukan interview secara detail (in-depth
interview) maupun menyebarkan kuesioner. Dalam mengumpulkan data primer
melalui penyebaran kuesioner, peneliti kuantitatif mendesain bentuk pertanyaan
yang diarahkan untuk mencari jawaban berbentuk salah-benar, ataupun jawaban
yang dikelompokkan dalam berbagai tingkat, misalnya a,b,c,d,e, dan sebaginya.
Hal ini untuk menjamin bahwa data akan bisa diklasifikasikan ke berbagai
kategori sehingga lebih mudah untuk dianalisis.
PERLUNYA MEMPELAJARI
METODE PENELITIAN
Dalam suatu proses
penelitian, akan berlangsung secara terus menerus sejalan dengan kebutuhan umat
manusia. Setiap ada masalah baru akan selalu dilakukan suatu penelitian untuk
pemecahannya. Hasil suatu penelitian mungkin tidak sesuai dengan harapan
peneliti bila tidak direncanakan dengan baik. Peneliti harus mampu menarik
pelajaran dari setiap pengalaman penelitian sebelumnya untuk memperbaiki
penelitian selanjutnya. Untuk dapat memperoleh jawaban yang benar mengenai
suatu masalah, harus digunakan suatu metode atau tahapan penelitian yang baik.
Penggunaan statistika atau metode kuantitatif dalam penelitian adalah untuk
membuat proses penelitian tersebut atau proses memperoleh jawaban mengenai
suatu masalah menjadi efisien, berlangsung secara iterative menuju titik
kekonvergenan yaitu kebenaran ilmiah.
Sehingga sangatlah penting
bagi kita untuk mempelajari metode penelitian yang sesuai untuk dapat
memperoleh jawaban yang benar mengenai suatu masalah yang diteliti.
HAL YANG SULIT DALAM
METODE PENELITIAN
Hal yang sulit dalam metode penelitian ialah
merumuskan permasalahan. Pernyataan permasalahan dari suatu
penelitian merupakan “jantung” penelitian dan berfungsi sebagai pengarah bagi
semua upaya dalam kegiatan penelitian tersebut. Pernyataan permasalahan yang
jelas (tajam) akan sanggup memberi arah (gambaran) tentang macam data yang
diperlukan, cara pengolahannya yang cocok, dan memberi batas lingkup tertentu
pada temuan yang dihasilkan. Kesalahan dalam perumusan masalah akan berakibat
fatal bagi jalannya suatu penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang, Lerbin Roberto. 2014. Metode Penelitian Bisnis. Tangerang Selatan :
Universitas Terbuka.
Sekaran, Uwa. 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Jakarta : Salemba Empat.
Subscribe to:
Posts (Atom)
-
NAMA : SUCIK PUJI UTAMI NIM/ UT : 530015311/AMBON MATA KULIAH...
-
NAMA : SUCIK PUJI UTAMI NIM/ UT : 530015311 / AMBON MATA KULI...
-
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN MAKALAH DAFTAR ISI ........................................................