Tuesday, September 18, 2018

Sucik Puji Utami, Dr. Amri Darwis, Diskusi Plus2, Faktor Penentu Keberhasilan dalam Membangun Kultur dan Etika, UT-Ambon, 2018


DISKUSI PLUS2
Sucik Puji Utami (Mahasiswa UT Ambon)
Dr. Amri Darwis (Dosen Pengampu)

Dalam materi berjudul " Membangun Kultur dan Etika " dijelaskan ada faktor2 penentu keberhasilan pembangunan suatu etika perilaku dan kultur organisasi yang anti kecurangan, mari kita diskusikan faktor2 tersebut, ditunggu. Salam.

JAWAB:
Setiap organisasi bertanggungjawab  untuk berusaha mengembangkan  suatu  perilaku organisasi  yang mencerminkan kejujuran dan etika  yang dikomunikasikan secara tertulis dan dapat dijadikan pegangan oleh seluruh pegawai. Kultur tersebut harus memiliki akar dan memiliki nilai-nilai luhur  yang menjadi dasar bagi etika pengelolaan suatu organisasi atau suatu entitas.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dengan SK Nomor 25/KEP/M.PAN/4/2002 tanggal 25 April 2002 telah  menentapkan 17 pasang nilai-nilai dasar budaya kerja bagi aparatur negara  yaitu : komitmen dan konsisten, ewenang dan tanggungjawab, keihlasan dan kejujuran, integritas dan profesionalisme, kreativitas dan kepekaan, kepemimpinan dan keteladanan, kebersamaan dan dinamika kelompok kerja, ketepatan dan kecepatan, rasionalitas dan kecerdasan emosi, keteguhan dan ketegasan, disiplin dan keteraturan kerja, keberanian dan kearifan, dedikasi dan loyalitas, semangat dan motivasi, ketekunan dan kesabaran, keadilan dan keterbukaan, dan pengusaan ilmu pengetahuan & teknologi.
Implementasi Nilai-nilai yang terdapat dalam Budaya Kerja tersebut dalam suatu organisasi  sangat erat hubungannya dengan kemauan manajemen untuk membangun suatu etika perilaku dan kultur organisasi yang anti kecurangan, sehingga dapat mengurangi atau menghindari terjadinya 3 ( tiga ) kecurangan pokok seperti (1) kecurangan dalam laporan keuangan (2) kecurangan penggelapan asset dan (3) kecurangan tindak pidana korupsi.

Faktor-faktor  penentu keberhasilan
           Keberhasilan pembangunan  suatu etika perilaku dan kultur organisasi  yang   anti  kecurangan yang akan mendukung secara efektif penerapan nilai-nilai budaya kerja,  sangat erat hubungan dengan hal-hal atau faktor-faktor penentu keberhasilannya yang saling terkait satu dengan yang lainnya sebagai berikut :

1.      Komitmen dari Top Manajemen Dalam Organisasi
Komitmen adalah sebagai perjanjian atau keterikatan untuk melakukan sesuatu yang terbaik dalam organisasi atau kelompok tertentu (Aranya & Ferris 1984:1). Komitmen dari top manajemen dalam organisasi merupakan faktor penting penentu keberhasilan dalam suatu organisasi. Karena dalam organisasi pimpinan tidak bekerja sendiri melainkan bekerja sebagai tim sehingga diperlukan komitmen dari top manajemen. Hal ini dapat dilakukan dengan :
a.         Manajemen harus memberikan contoh/teladan dan kemauan yang kuat untuk membangun suatu kultur yang kuat dalam organisasi yang dipimpinnya.
Contoh : dalam instansi kerja saya di Ditjen Perhubungan Udara, pimpinan selalu memberikan contoh tentang kedisiplinan yang diharapkan dari kedisiplinan beliau akan memberikan motivasi bagi pegawai untuk dapat mencotohnya. Sehingga teladan dari pimpinan diberikan dalam perilaku bukan hanya sekadar perintah.
b.        Komitmen moral dan keterbukaan dalam komunikasi.
Kedua hal tersebut  dapat mewujudkan harapan  munculnya etika perilaku yang kuat,  karena banyak pegawai  yang tidak menyukai perbuatan pimpinan  yang  kurang bermoral dan kurang terbuka dalam berkomunikasi. Manajemen harus memperlihatkan kepada karyawan tentang adanya kesesuain antara kata dengan perbuatan dan tidak memberikan tolerensi terhadap perbuatan-perbuatan yang melanggar kaedah-kaedah etika organisasi yaitu dengan  diberikan sanksi hukuman yang jelas dan demikian pula sebaliknya terhadap pegawai yang berprestasi dan bermoral baik diberikan penghargaan yang proporsional.
Sebagai contoh di instansi saya bekerja, setiap pegawai yang memiliki kinerja dan prestasi kerja baik akan diberikan penilaian baik yang nantinya besaran tunjangan kinerja yang diterimanya penuh, sedangkan bagi pegawai yang melanggar aturan dikenakan hukuman disiplin pegawai sesuai aturan yang berlaku baik hukuman ringan, sedang maupun berat yang hal ini akan memiliki imbas pada pemotongan prosentase tunjangan kinerja yang diterima. Adanya pelaksanaan reward dan punishment  yang konsisten akan memberikan nilai tambah bagi terciptanya suatu etika perilaku dan struktur organisasi yang kuat. Pegawai akan merasakan diperlakukan secara adil dan merasa bersyukur atas posisi yang diraihnya bilamana etika organsasi dapat ditegakan secara konsisten  oleh manajemen.
c.        Pimpinan hendaknya menjadi sponsor utama dalam upaya  terciptanya semangat anti kecurangan yaitu dengan membangun suatu kultur organisasi yang mengandung sistem nilai yang kuat dan  berdasarkan profesionalisme, integritas, kejujuran dan loyalitas yang tinggi untuk mewujudkan  visi dan misi organisasi.

2.      Membangun Lingkungan  Organisasi Yang Kondusif
Kepedulian positif dari lingkungan kerja sangat diperlukan dalam membangun suatu etika perilaku dan kultur oganisasi yang kuat. Rendahnya kepedulian  dan rendahnya moral akan menyuburkan tindakan kecurangan yang pada akhirnya akan merusak bahkan dapat menghancurkan organisasi.
Berikut ini hal-hal yang dapat membantu terwujudnya lingkungan kerja yang positif  dalam mengurangi resiko kecurangan yaitu :
a.         Memperkenalkan  reward system  yang berkaitan dengan pencapaian tujuan dan hasil
b.        Memiliki kesempatan yang sama bagi seluruh karyawan
c.         Adanya tim orientik , kerjasama  dalam mengambil suatu keputusan
d.        Program kompensasi administarasi yang profesional
e.         Program pelatihan yang profesional dan proritas dalam pembinaan karir.

3.      Perekrutan dan promosi pegawai
Perekrutan dan promosi pegawai dimaksdukan untuk meminimalkan atau mengurangi terjadinya kecurangan yang mungkin akan terjadi disuatu hari. Setiap pegawai memiliki masing-masing seperangkat nilai-nilai kejujuran, integritas  dan kode etik personal. Oleh karena itu perlu adanya kebijakan dari organisasi untuk memilih pegawai yang jujur dan dapat dipercaya.

4.      Pelatihan yang berkesinambungan
Pegawai baru sebaiknya diberi pelatihan tentang nilai-nilai organisasi atau  entitas dan standar-standar pelaksanaan pada saat perekrutan. Pelatihan ini sebaiknya  secara ekplisit dapat mengadopsi harapan-harapan dari seluruh pegawai. Contoh di Kementerian Perhubungan: ketika calon pegawai negeri sipil telah lulus tes maka tahap selanjutnya akan dilaksanakan pelatihan atau diklat Prajabatan yang mana dalam diklat tersebut diberikan materi tentang nilai-nilai organisasi atau entitas.

5.      Mencipatakan saluran komunikasi yang efektif
Manajemen membutuhkan informasi mengenai pelaksanaan  dan pertanggung jawaban  pekerjaan apakah sudah susuai dengan kode etik atau tidak dari masing-masing pegawai.  Masing-masing pegawai harus dapat menginformasikan tentang pelaksanaan kode etik tersebut mulai dari pemegang posisi tertinggi sampai yang terendah.  Permintaan komfirmasi tersebut minimal dilakukan setahun sekali, hal ini bukan hanya   formalitas  saja tetapi laporan tersebut betul-betul dapat digunakan sebagai  pencegahan dan pendekteksian bila  terjadinya perbuatan curang dalam organisasi. Laporan yang jujur dari karyawan sangat dibutuhkan dan bukan atas dasar sakit hati atau irihati pada seseorang.

6.      Penegakan disiplin
Kedisiplinan merupakan suatu kunci penting  keberasilan dalam menerapkan dan memelihara kode etik dalam suatu  organisasi.Tindakan disiplin akan dapat mengurangi perbuatan curang yang dilakukan  pegawai.


DAFTAR PUSTAKA
Amrizal SE.Ak, MM, CFE. Membangun Kultur dan Etika Internal Organisasi

No comments: